Langsung ke konten utama

Posting, klik Share = Matinya Kepakaran

 



Posting, klik Share = Matinya Kepakaran

Teknologi yang terus berkembang secara pesat membentuk sebuah peradaban baru di kehidupan manusia. Dimana peradaban yang terbentuk dapat memberikan dua warna kehidupan, sisi baik dan sisi buruk. Sebuah peradaban baru dapat muncul dikarenakan sebuah kebudayaan. Sedangkan kebudayaan berisi kebiasaan manusia yang terjadi secara terus menerus. Munculnya teknologi dapat membentuk sebuah peradaban baru, penggunaan ponsel pintar secara terus menerus yang membudaya. Dimana pengguna ponsel pintar terbiasa menggunakannya untuk bermain game, jual beli online dan berjejaring di media sosial (berkomunikasi).

Artikel ini berfokus pada kebiasaan pengguna media sosial. Platform media sosial yang populer di Indonesia adalah facebook, twitter dan instagram.  Pada awal mulanya media sosial digunakan untuk menjalin komunikasi, menjaga hubungan dengan teman yang lama, bahkan untuk mendapat teman yang baru. Fungsi komunikasi dalam media sosial saat itu hanya mengandalkan fitur pencarian dan klik menambahkan pertemanan. Namun saat ini fungsi tersebut mengalami pergeseran, fungsi media sosial terus berkembang salah satunya menggunakan media sosial untuk mengakses informasi. Hal ini terjadi karena media konvensional juga menggunakan media sosial sebagai salah satu bentuk untuk menyebarkan informasi.

Informasi yang berkembang di media sosial berasal dari beberapa sumber. Sumber pertama informasi berasal dari media konvensional yang juga menggunakan media sosial sebagai salah satu saluran untuk membagikan informasi. Sumber kedua informasi dapat berasal dari akun media sosial tokoh publik, politisi maupun institusi dalam pemerintahan. Dan sumber ketiga informasi berasal dari akun media sosial individu yang memiliki jumlah pengikut yang banyak. Salah satu contoh akun media sosial tokoh publik adalah akun media sosial yang terverifikasi milik pemimpin negara, akun media sosial dari menteri. Hampir semua tokoh publik memiliki akun media sosial, dan akun- akun tersebut secara aktif membagikan berbagai informasi yang berkaitan erat dengan latar belakangnya. Salah satu akun yang cukup aktif memberikan informasi adalah akun dari alm. Sutopo Humas dari BNPT yang selalu aktif membagikan informasi mengenai kebencanaan.

Akan tetapi kenyataannya entah bersumber darimana dan siapa yang memulai, selalu saja ada informasi yang viral yang banyak di komentari oleh pengguna media sosial, dimana kebenarannya belum tentu sesuai dengan kenyataan. Hal ini berkaitan erat dengan maraknya informasi hoaks yang beredar di media sosial. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menyukai sesuatu informasi yang viral daripada mencari sebuah informasi yang tepat. Fenomena ini berhubungan dengan bias konfirmasi. Bias konfirmasi merupakan sebuah keadaan diri hanya menerima sebuah pendapat atau bukti yang berkaitan dengan informasi yang sudah dipercayai terlebih dahulu. Bias konfirmasi dapat berupa sebuah pengalaman, prasangka dan ketakutan yang di miliki oleh setiap individu. Bias konfirmasi ini merupakan sebuah kecenderungan yang hampir di miliki oleh semua individu, namun yang membedakan antara individu satu dengan individu lain adalah kemampuan untuk berdiskusi. Menurut Park et al (2000) bias konfirmasi berhubungan erat dengan over confidence, dimana over confidence ini merupakan sebuah kecenderungan seseorang untuk melakukan penafsiran terlalu tinggi terhadap pengetahuan, kemampuan dan ketepatan tentang informasi yang dimiliki.

Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di media sosial secara tidak langsung membentuk kebudayaan baru.  Salah satu kebudayaan baru tersebut adalah kebebasan berpendapat di media sosial. Semua pengguna sosial media dapat mengutarakan pendapatnya hanya berbekal postingan dan memberikan komentar pada postingan yang ada di media sosial. Hal ini menjadi salah satu penyebab matinya kepakaran. Matinya kepakaran yang dimaksud penulis adalah kurang lakunya pendapat para ahli. Pendapat para ahli yang memiliki profil dan latar belakang yang jelas kalah bersaing dengan akun media sosial yang memiliki pengikut yang banyak. Saat ini pengguna media sosial cenderung mengalami bias konfirmasi, berdasarkan pengamatan penulis pengguna media sosial akan cenderung mencari informasi yang sesuai dengan pendapat yang telah di milikinya, dalam artian mencari informasi yang berkenaan langsung dengan hal yang diyakininya.

Hanya dengan berbekal informasi, posting, lalu klik “bagikan” maka informasi akan mudah beredar di tengah masyarakat. Beberapa waktu ini ramai di lini masa mengenai kasus kerusuhan di Papua, pengguna media sosial dapat dengan bebas membagikan informasi mengenai kejadian di Papua walaupun belum diketahui kebenarannya.  Lalu kasus mengenai disertasi mahasiswa calon Doktor dari UIN Sunan Kalijaga, pengguna media sosial terbagi dua pendapat dalam menyikapi abstrak disertasi yang viral ini, ada kubu yang memberikan pembelaan terhadap hasil penelitian calon doktor tersebut juga ada kubu yang menentang bahkan membully pemilik disertasi tersebut. Belum tuntas viralnya kasus disertasi, Lini masa lagi-lagi diramaikan oleh pemberitaan mengenai Sutradara Livi Zheng lagi-lagi pengguna media sosial terbelah menjadi dua kubu, mendukung atau menjatuhkan. Dimana akun-akun media sosial tersebut memberikan dukungan atau menghujat hanya dengan berbekal postingan yang sesuai dengan pendapat dirinya, dimana postingan tersebut bila di amati secara lebih detail belum terlihat jelas profil dan latar belakangnya.

Pengguna media sosial harus bijak dalam memilih informasi yang beredar di sosial media, tidak serta merta membagikan hanya berdasarkan selera. Satu postingan yang anda bagikan akan menjadi jejak digital dan memberikan dampak bagi yang melihat dan membacanya.

Melalui artikel ini Penulis mencoba menuliskan beberapa langkah untuk menyingkapi matinya kepakaran di media sosial.

Pertama, pengguna media sosial harus dapat berpikir kritis ketika menemukan postingan di sosial media, membaca judul, membaca isi postingan tersebut.

Langkah kedua, mengecek profil dari penulis postingan tersebut, melihat latar belakang dan pengalaman apa berkaitan erat dengan postingan yang dibagikannya.

Langkah ketiga, cari tulisan yang topik dan temanya sama sebagai pembanding, langkah ketiga ini sebagai langkah untuk menghindari bias konfirmasi.

Langkah keempat, pikirkan dampak dari postingan yang anda bagikan, apakah akan berguna bagi orang lain atau tidak, apakah postingan yang anda bagikan sesuai dengan latar belakang keahlian anda, kalau tidak sesuai ya jangan di bagikan.

“Merawat Media Sosial yang sehat di awali dari postingan yang anda bagikan”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review The Alpha Girls Guide

 The Alpha Girls Guide Buku yang ditulis oleh om piring @hmanampiring . Diterbitkan oleh @gagasmedia (sudah 14 kali cetak)  Om piring menulis buku ini sebagai respon atas pertanyaan "cewek itu harus berpendidikan tinggi nggak sih? Ujung-ujungnya di dapur juga, kasih alasan kuat dong kenapa cewek harus berpendidikan tinggi? "  Pertanyaan pematik ini, pertanyaan yang komplek dan sering banget muncul, nah im piring menjawab pertanyaan ini dengan elegan berdasarkan pengamatan dan juga riset.  Buku ini terdiri dari 9 bagian yang di awali dengan bagian apa itu alpha female hingga your alpha female.  Saya tertarik beberapa kalimat dalam buku ini  1. Status alpha adalah status di dalam sebuah kelompok, artinya bergantung pada pengakuan anggota kelompok lain (tidak melabeli diri sendiri)  2. Miss independent belum tentu alpha female, tapi alpha female sudah pasti miss independent (ada bbrp prinsip penting dlm diri alpha female)  3. Alpha girls melihat pend...

Stress? Belanja aja... hmm

  "Aku kalau stress biasanya belanja"...  "Aku Galau, ya buka aplikasi oranye atau aplikasi item, Checkout di keranjang" "Hidup itu antara kerja dan checkout" Bukan kalimat asing kan,.. Hmm.. saya pun pernah mengalami ini. Ingat banget, waktu itu galau malah keluar kost, ke toko buku dan ambil-ambil buku pas bayar kaget donk hampir setengah juta hanya untuk konsumtif belanja menghilangkan galau.. Ya siy, galau hilang saat ambil-ambil barang eh tapi galau datang lagi saat pembayaran. Itu pengalaman pribadi... sekarang kalau galau larinya siy ke stok bahan makanan di kulkas, masak-masak.  Lain lagi cerita salah seorang kawan "ca, aku putus lagi, dan kamu tahu aku ke toko kosmetik beli make up banyak banget, pokoknya aku harus tampil lebih cantik" Nah... fenomena konsumtif saat stres ini dinamakan  Doom Spending. Doom spending adalah kebiasaan menghabiskan uang secara impulsif sebagai respons terhadap kecemasan, stres, atau ketidakpastian akan mas...

Validasi rasa

 Rasanya masih sama ya..  ... Bingung dan Gak tahu harus apa? Respon pertama "Tuhan sedang bercanda lagi" Tapi, lebih dari itu... "Tuhan tidak sedang bercanda, karena ini seserius itu" Pernahkah membayangkan berada dalam satu tim bersama orang yang menginginkan posisimu, menginginkan jadi penggantimu bahkan menginginkan kamu mati?  Yups, saya berada dalam posisi itu,... Setelah 3 tahun berusaha bangkit, berusaha pulih dan masih proses pendampingan mental maupun spiritual hanya beberapa detik semua seakan memaksa menyeretku kembali pada masa gelap.. Saya tertawa kencang banget, kayak kok lucu siy.... Orang ini menghilang setelah membuat huru hara dan Tuhan dengan entengnya memberikan satu momen kami harus bersama hahahhahah... Kayak, begitu banyak kemungkinan yang ada, tapi kok kemungkinan ini yang tercipta... kenapa probabilitasnya besar banget hahahha.. Akhirnya pecah tangisku, setelah saya tidak tahu harus merespon bagaimana... masih jelas mengingat dengan detail ...